wahyu


widgets

Minggu, 28 April 2013

PERAN DAN FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK


Dasar penyusunan Majelis pertimbangan etik profesi adalah majelis pembinaan dan pengawasan etik pelayanan medis (MP2EPM) yang meliputi:      
  1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
  1. Peraturan pemerintah No. 1Tahun 1988 Bab V Pasal 11                                                              Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.
  1. Surat keputusan menteri kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang pembentukan MP2EPM

      A.    Fungsi majelis pertimbangan
      Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah provinsi menurut peraturan Menkes RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H yang berjudul Himpunan Peraturan Kesehatan.


1.      MP2EPM Propinsi bertugas :
a)    Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
b)   Mengawasi pelaksanaan kode etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya.
c)    Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.
d)   Memberi nasehat kepada para anggota profesi tenaga kesehatan .
e)  Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif kode etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
f)  Memberi pertimbangan dan saran kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah provinsi.

2.  MP2EPM wilayah Pusat Bertugas :
a)    Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan  kepada menteri.
b) Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode Etik sarjana Farmasi Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
c)    Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dan hukum yang menyangkut kesehatan dan kedokteran.
d)  Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh MP2EPM Propinsi.
e)    Menerima rujukan dalam menangani permasalahan pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan.
f)     Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan instansi lain yang berkaitan.

  B.     Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
     Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan:
a)      Dasar pembentukan majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah sebagai berikut :
o   Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.
o   Undang – undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
o   Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK.
b)          Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
  C.    Majelis Etika Profesi Bidan
Pengertian majelis etika profesi bidan adalah merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi majelis etika bidan (MPEB) dan majelis pembelaan anggota (MPA). Latar belakang dibentuknya majelis pertimbangan etika bidan atau MPEB adalah adanya unsur-unsur pihak-pihak terkait:
  1.      Pemeriksa pelayanan untuk pasien
  2.      Sarana pelayanan kesehatan
  3.      Tenaga pemberi pelayanan, yaitu bidan

Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk majelis etik bidan, yaitu MPEB dan MPA.

Tujuan dibentuknya majelis etika bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan.

Lingkup majelis etik kebidanan meliputi:
a.         Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi pelayanan bidan (Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002).
b.  Melakukan supervisi lapangan, termasuk tentang teknis, dan pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan standar praktik bidan, standar profesi dan standar pelayanan kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.
c.         Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan.
d.   Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

     Pengorganisasian majelis etik kebidanan, adalah sebagai berikut:
a.         Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisasi yang mandiri, otonom, dan non struktural.
b.        Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi atau pusat.
c.         Majelis kebidanan pusat berkedudukan di ibukota negara dan majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
d.        Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris
e.         Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang
f.         Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota tersebut dapat dipilih kembali.
g.        Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menteri kesehatan.
h.        Susunan organisasi majelis etik kebidanan terdiri dari:
1).      Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan di bidang hukum
2).      Sekretaris merangkap anggota
3).      Anggota majelis etik bidan

Tugas majelis etik kebidanan, adalah meliputi:
a.       Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan.
b.      Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
c.       Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
d.      Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke majelis etik kebidanan pada tingkat pusat
e.       Sidang majelis etik kebidanan paling lambat 7 hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
f.       Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
g.      Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.

Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantik MPEB (majelis pertimbangan etika bidan) dan MPA (majelis peradilan profesi, namun dalam pelaksanaannya belum terealisasi dengan baik.

  D.    Badan Konsil Kebidanan
Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan. Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang dibentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembaga otonom dan independent, bertanggung jawab kepada President sebagai Kepala Negara.

   1.      Tugas Badan Konsil Kebidanan
a.       Melakukan registrasi tenaga bidan
b.      Menetapkan standar pendidikan bidan
c.       Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.      Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.
Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur, menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalankan praktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

   2.      Wewenang badan konsil kebidanan meliputi:
a.       Menetapkan standar kompetensi bidan
b.      Menguji persyaratan registrasi bidan
c.       Menyetujui dan menolak permohonan registrasi
d.      Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi
e.       Menetapkan teknologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia
f.       Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan organisasi profesi.
g.      Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi.

   3.      Keanggotaan konsil kebidanan
a.       Dari unsur departemen kesehatan 2 orang
b.      Lembaga konsumen 1 orang
c.       Bidan 10 orang
d.      Organisasi profesi terkait 4 orang
e.       Ahli hukum 1 orang

  4.      Persyaratan anggota konsil
a.       Warga negara Indonesia
b.      Sehat jasmani dan rohani
c.       Berkelakuan baik
d.      Usia sekurangnya 40 tahun
e.       Pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun
f.       Memiliki moral etika yang tinggi

  5.      Keanggotaan konsil berhenti karena:
a.       Berakhir masa jabatan sebagai anggota
b.      Meninggal dunia
c.       Mengundurkan diri
d.      Bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia
e.       Gangguan Kesehatan
f.       Diberhentikan karena melanggar aturan konsil

  6.      Mekanisme tata kerja konsil
a.       Memelihara dan menjaga registrasi bidan
b.      Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah bila dihadiri separuh tambah 1 unsur pimpinan harian
c.       Rapat pleno memutuskan:
d.      Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat kali dalam setahun
e.       Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan etik profesi
f.       Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar